Ada berita menggembirakan tentang rencana pengusaha Jepang untuk membuka “kebun kelor” seluas 10.000 hektar (ha) di Kabupaten Musibanyuasin, Sumatera Selatan. Bukan karena kelor yang asalnya hanya merupakan tanaman pagar atau batas tanah ataupun perambat tanaman (lada, sirih, dan sebagainya), sekarang berubah menjadi tanaman bernilai ekonomi yang diminati pengusaha luar negeri antara lain Jepang, tetapi juga peribahasa “dunia tidak selebar daun kelor” ternyata menjadi “pohon kelor merambah bisnis dunia”.
Minat pengusaha Jepang untuk membuka kebun kelor seluas 10.000 ha karena mereka membutuhkan hasil dari tanaman tersebut untuk bahan kosmetika, obat-obatan sampai ke minyak goreng dan pelumas, terutama dari daun dan bijinya. Tanaman kelor merupakan perdu dengan tinggi sampai 10 meter, berbatang lunak dan rapuh, dengan daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun majemuk. Tanaman ini berbunga sepanjang tahun berwarna putih, buah besisi segitiga dengan panjang sekitar 30 cm, tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Menurut sejarahnya, tanaman kelor atau marongghi (Moringa oleifera), berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan di sekitarnya sampai ke Benua Afrika dan Asia-Barat.
Di Indonesia, khususnya di lingkungan
perkampungan dan pedesaan, tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman pagar
hidup, batas tanah ataupun penjalar tanaman lain, tetapi manfaat dari daun dan
karangan bunga serta buah muda sebagai sayuran, sudah sejak lama digunakan.
Sebagai tanaman berkhasiat obat,
tanaman kelor mulai dari akar, batang, daun, dan bijinya, sudah dikenal sejak
lama di lingkungan pedesaan. Seperti akarnya, campuran bersama kulit akar
pepaya kemudian digiling-dihancurkan, banyak digunakan untuk obat luar (balur)
penyakit beri-beri dan sebangsanya. Daunnya ditambah dengan kapur sirih, juga
merupakan obat kulit seperti kurap dengan cara digosokkan.
Sedangkan sebagai obat dalam, air
rebusan akar ampuh untuk obat rematik, epilepsi, antiskorbut, diuretikum,
sampai ke obat gonorrhoea. Bahkan, biji tua bersama dengan kulit jeruk dan buah
pala, akan dapat menjadi “spiritus moringae compositus” yang digunakan sebagai
stimulans, stomachikum, carminativum sampai diuretikum. Sejak awal tahun
1980-an oleh Jurusan Teknik Lingkungan ITB, biji kelor digunakan untuk
penjernihan air permukaan (air kolam, air sungai, air danau sampai ke air
sungai) sebagai pengendap (koagulans) dengan hasil yang memuaskan. Oleh karena
rangkaian penelitian terhadap manfaat tanaman kelor mulai dari daun, kulit batang,
buah sampai bijinya, sejak awal tahun 1980-an telah dimulai. Saat itu fokus
penelitian ditujukan kepada program pengadaan air jernih untuk para pemukim di
kawasan pantai atau pesisir, khususnya di kawasan transmigrasi yang
mengandalkan air payau atau gambut berwarna kecoklatan sebagai sumber air
minum.
Di lingkungan pedesaan, penanaman
kelor yang paling umum cukup dengan cara setekan batang tua atau cukup tua,
yang langsung ditancapkan ke dalam tanah, apakah sebagai batas tanah, pagar
hidup ataupun batang perambat. Walau semaian biji tua dapat dijadikan bibit,
umumnya jarang dipergunakan. Disamping itu, manfaat lain dari batang bersama
daun kelor, umumnya digunakan sebagai “alat” untuk melumerkan atau
menon-aktifkan “kekuatan magis” seseorang, yaitu dengan cara disapu-sapukan ke
bagian muka ataupun dijadikan “alat tidur”, misal seseorang yang tahan terhadap
pukulan, bacokan, bahkan tidak mempan oleh terjangan peluru, maka dengan cara
disapu-sapukan ke bagian tubuhnya, ataupun dijadikan alas tidurnya, atau ada
pula air tanaman kelor disiramkan ke seluruh tubuhnya, maka kekuatan magis
tubuhnya akan lumer atau hilang.
Perlu untuk diketengahkan manfaat biji kelor yang sudah mulai dikembangkan melalui Program UNDP, yaitu sebagai bahan pengendap/koagulator untuk menjernihkan air secara cepat, murah dan aman, seperti di ITB. Yaitu dengan nilai pH yang berbeda, maka antara 100-150 mg bubuk/serbuk/liter air, memberikan hasil turbiditas tinggi pada air (800-10.000 FTU), kalau dibandingkan dengan koagulan umum seperti Al2(SO4)3 yang baru efektif pada pH 7 saja.
Perlu untuk diketengahkan manfaat biji kelor yang sudah mulai dikembangkan melalui Program UNDP, yaitu sebagai bahan pengendap/koagulator untuk menjernihkan air secara cepat, murah dan aman, seperti di ITB. Yaitu dengan nilai pH yang berbeda, maka antara 100-150 mg bubuk/serbuk/liter air, memberikan hasil turbiditas tinggi pada air (800-10.000 FTU), kalau dibandingkan dengan koagulan umum seperti Al2(SO4)3 yang baru efektif pada pH 7 saja.
H Unus Suriawiria, Dosen senior
IPB yang mendalami bioteknologi dan agroindustri
Sumber : www.daunkelor.com
Source gambar : http://ow.ly/XVGBr
Sumber : www.daunkelor.com
Source gambar : http://ow.ly/XVGBr
1 Komentar untuk "Sejuta Manfaat Pohon Kelor"
Terima kasih artikelnya bagus
saya sedang blogwalking om...
nitip link ya..
ditunggu kunjungan baliknya di cara membuat:
teh kelor organik yang segar dan sehat