Kelor yang memiliki nama Latin Moringa oleifera merupakan tanaman yang memiliki berbagai manfaat di bidang kesehatan, mulai daun, kulit batang, buah, dan bijinya. Tanaman ini bisa tumbuh hingga tinggi 7 meter (m)-12 m. Batangnya berkayu, tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, dan permukaannya kasar.
Pohon kelor banyak ditanam
sebagai tapal batas atau pagar di halaman rumah atau ladang. Manfaatnya yang
bejibun membuat banyak yang melirik membudidayakan tanaman ini.
Dudi Krisnadi, pembudidaya tanaman kelor asal Blora mengatakan, tanaman kelor banyak dicari karena dapat diolah menjadi berbagai obat herbal hingga bahan baku produk perawatan kulit. "Biji-dan daun kelor sedang tren digunakan untuk olahan produk perawatan kulit karena nutrisi yang terkandung di dalamnya bisa melembabkan kulit," ujarnya.
Pria yang telah membudidayakan
kelor sejak lima tahun silam ini menanam di lahan seluas 1 hektare (ha) di
Blora, Jawa tengah dan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada lahan seluas 1
ha, Dudi menanam sekitar 10.000 pohon dengan jarak tanam sekitar 1 m x 1 m.
Dudi menjual hasil panen daun
kelor seharga Rp 5.000 per kilogram (kg). Omzet yang dia dapat pasca panen di
awal bisa mencapai Rp 25 juta. Tidak hanya menjual daun, Dudi juga mengolah
kelor menjadi berbagai produk herbal seperti kapsul, serbuk dan teh dan
menjualnya lewat toko online.
Permintaan olahan kelor yang
paling banyak dalam bentuk serbuk. Dalam sebulan dia bisa meraup omzet hingga
Rp 50 juta dari penjualan olahan kelor.
Pembudidaya lainnya adalah
Fransiskus Xaverius Budianto di Yogyakarta. Budianto, panggilan akrabnya
mengaku sudah menanam kelor sejak tahun 2012. Pada saat itu ia hanya menanam
kelor hanya untuk tanaman pagar saja. Namun melihat potensi bisnisnya yang
cukup besar, dia lantas menaman kelor di lahan yang lebih luas besar.
Budianto kini memiliki dua lokasi
penanaman daun kelor sekitar 1 ha di kawasan Gunung Kidul dan di Kawasan
Bantul. Pada lahan seluas itu dia berbagi dengan petani lain. Tanaman kelor
yang ia tanam adalah jenis Moringa. Dia menanam dengan dua cara, dengan cara
setek dan biji. Kalau setek untuk kebutuhan daun, sedangkan biji untuk
kebutuhan bibit.
Budianto bilang, jika ditanam
dengan cara setek akan panen sekitar 4 bulan sampai 6 bulan. Sedangkan budidaya
dengan cara menyemai biji membutuhkan waktu sampai 1 tahun. Dia bisa
memanen secara rutin, karena jaraknya diatur sehingga bisa panen setiap dua
bulan sekali. "Saya bisa menjual 30 kg−60 kg daun kelor kering seharga Rp
40.000−Rp 60.000 per kg," kata Budianto.
Harus cukup sinar matahari
Membudidayakan tanaman kelor
sejatinya tidak terlampau sulit. Tanaman ini bisa tumbuh subur di hampir
seluruh wilayah Indonesia, baik dataran rendah maupun dataran tinggi sampai
ketinggian 1.000 mdpl.
Tanah sebagai lahan tanam tidak
harus khusus, hanya saja jangan pada tanah yang lengket dan wilayah yang
terendam air. Lahan tanam juga harus terbuka dan cukup menerima sinar matahari.
Pembudidayaan tanaman ini bisa
dengan setek batang atau dengan biji. Benih harus berasal dari dari tanaman
yang sehat dan berusia tua. Benih harus tidak keriput dan tidak cacat.
Dudi Kusnadi bilang, biji tanaman
yang sudah diseleksi direndam semalaman sebelum ditanam. Setelah ditiriskan
dari air rendaman, biji ditutup kain dalam wadah hingga muncul kecambah.
Setelah ekor kecambah muncul,
kemudian benih langsung di tanam di lahan dengan jarak tanam 1 meter(m) x 1 m.
Lubang harus memiliki kedalaman sekitar 30 cm sampai 50 cm dengan lebar 20 cm
sampai 40 cm. Sebelumnya, tanah ada baiknya dicampur pupuk kandang atau kompos.
Setelah satu hingga dua minggu,
daun kecil akan mulai bermunculan. Untuk mendapatkan panen pertama diperlukan
waktu sekitar tiga bulan. Setelah itu, setiap bulan sekali kelor akan panen.
Untuk satu pohon kelor bisa menghasilkan sekitar 0,5 kilogram (kg) daun.
"Jika tanaman semakin tua, akan semakin banyak hasil daunnya,"
ungkapnya.
Dari lahan tanam seluas 1 hektare
(ha), dalam sebulan, Dudi bisa mendapatkan panen daun kelor sebanyak 5 ton.
Sementara FX Budianto, petani kelor asal Yogyakarta bilang, selain daun semua
bagian tanaman kelor bisa dimanfaatkan seperti kulit kayu, bunga, biji, dan
akar. untuk membuat obat herbal.
Saat musim hujan, Budianto bilang
produksi panen secara jumlah memang lebih banyak daripada musim kemarau. Namun,
risiko daun tidak kering dan berjamur juga tinggi. Kalau sudah begitu otomatis
tidak laku.
Saat musim kemarau, tidak ada
risiko jamur atau tidak kering, namun masalahnya daun banyak yang rontok.
Sehingga rata-rata Budianto hanya bisa menjual sekitar 40 kg-80 kg daun kelor
per bulan.
Budianto juga menjual biji kelor.
Ia bilang harga biji kelor cukup mahal. Saat ini dia menjual biji kelor seharga
Rp 50.000 per ons. Dari penjualan daun dan biji, Budianto bisa meraup omzet Rp
20 juta−Rp 25 juta per bulan. Daun kelor yang sudah dikeringkan paling banyak
dicari saat ini. Saat proses pengeringan, daun dijemur maksimal selama sehari
dan hari berikutnya diangin-anginkan saja. Setelah itu daun kelor kering sudah
bisa dikemas dan dijual. (kontan).
Sumber : http://wartaagro.com/berita-untung-dari-budidaya-tanaman-kelor.html
Sumber : http://wartaagro.com/berita-untung-dari-budidaya-tanaman-kelor.html
1 Komentar untuk "Merauk Untung dari Budidaya Pohon Kelor"
Terima kasih artikelnya bagus
saya sedang blogwalking om...
nitip link ya..
ditunggu kunjungan baliknya di:
teh kelor organik